Senin, 30 Maret 2015

Upaya Paten Layani Rakyat

 Kecamatan merupakan garda terdepan untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan pada masyarakat. Kantor kecamatan, dapat dikatakan sebagai cermin dari tata kelola pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat. Maka perlu suatu system  sebagai tolok ukur bagi percepatan reformasi birokrasi sebagai wujud pemerintahan yang memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat.   Mungkin bagi sebagian masyarakat, terutama yang berada di pelosok. Dan memerlukan pelayanan birokrasi surat menyurat legal formal, mereka mendatangi kantor kecamatan untuk mendapatkan surat keterangan atau sekedar surat pengantar untuk diteruskan ke dinas terkait di pusat kota kabupaten. Kondisi tersebut cukup membebani masyarakat.   Memang, perlu diakui oleh para pemegang kebijakan (stakeholder) bahwasan banyak hal menyebabkan penyelenggaraan pelayanan pada masyarakat belum optimal. Semisal, terbatasnya sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan tersebut, perilaku staf di kantor kecamatan yang terkadang cukup membuat masyarakat kecewa, tidak jelasnya waktu serta biaya untuk mendapatkan pelayanan tersebut, dan panjangnya prosedur dalam mengurus suatu surat keterangan atau surat ijin.   Untuk itu, percepatan reformasi birokrasi harus dibarengi dengan perubahan paradigma dari pemerintah pusat (provinsi atau kabupaten) untuk melaksanakan desentralisasi berupa membagi sebagian wewenang pada pemerintahan terdekat dengan rakyat, yaitu kecamatan. Sehingga, system otonomi daerah akan berjalan lebih cepat dan transparan melalui pelayanan pada masyarakat dengan akses dan mutu lebih berkualitas.   Di era pemerintahan sekarang ini, memberikan pelayanan dengan cepat pada masyarakat menjadi momentum jadikan kecamatan bukan lagi sebagai wilayah kekuasaan seorang camat (gaya feodalistik), namun wilayah kecamatan adalah daerah kerja camat untuk jadi pejabat abdi rakyat, sesuai Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.   Sebagai salahsatu unit pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat, posisi kecamatan sangat penting dan perlu diperkuat untuk mengemban tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan langsung. Hal ini, merupakan relevansi fungsi kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat. Khususnya ketika diperhatikan dari sudut kualitas dan luas wilayah geografis yang relative lebih dekat, waktu yang dapat dipersingkat dibandingkan bila mengurus kepentingan berupa perijinan maupun dokumen administrasi kependudukan. Ketika fungsi kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dilaksanakan dengan baik, dapat menghapus keluhan-keluhan dari rakyat karena merasa terayomi dan diperhatikan pemerintah sehingga meredam inisiatif untuk menuntut pemekaran daerah ataupun wacana deintegrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, perbaikan sarana prasarana penunjang kinerjaaparatur pemerintahan di level kecamatan perlu menjadi perhatian oleh para pemegang keputusan. Terlebih di aspek keuangan, administrasi dan kepastian pelimpahan kewenangan. Apalagi telah terbit Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Seorang Camat beserta para aparatur kecamatans, dapat lebih semangat menjalankan tugas secara optimal. Serta dalam  melaksanakan tugas pemerintahan, Jabatan camat mendapat kewenangan terdiri dari dua sumber yakni;  bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan (kewenangan atributif); dan  kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah (kewenangan delegatif). Dengan posisi strategisnya itu, maka camat harus lebih aktif dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan tugasnya. Camat diharapkan mampu melakukan inovasi untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam konteks pelayanan kepada masyarakat, sebagai upaya dalam meningkatkan pelayanan yang dihasilkan melalui sistem pelayanan administrasi terpadu kecamatan yang disingkat menjadi PATEN. PATEN dapat dikatakan suatu inovasi yang cukup paten dan sederhana, namun memberikan manfaat yang besar. Yakni  mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan serta memperbaiki citra dan legitimasi pemerintah daerah di mata masyarakat. Pun menjadi bagian dari “simpul” pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)  bagi bagian atau dinas di  kabupaten atau kota. Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) dengan standar operasional prosedurnya yang cukup sederhan,  memberikan pelayanan bagi masyarakat di kantor kecamatan yang proses pengelolaannya, mulai dari permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Satu tempat ini, berarti cukup melalui satu meja atau loket pelayanan. Melalui sistem ini, posisi warga masyarakat hanya berhubungan dengan petugas meja/loket pelayanan di kecamatan. Ketika warga masyarakat datang ke kantor kecamatan untuk melakukan pengurusan pelayanan administrasi, tidak perlu lagi mendatangi setiap petugas atau pejabat  yang berkepentingan, seperti kepala seksi, sekretaris kecamatan dan camat. Warga cukup menyerahkan berkas ke petugas penerima pelayanan, hal ini dapat dilakukan dengan cara warga membawa berkas persyaratan untuk memperoleh izin atau non perijinan, petugas PATEN kemudian memverifikasi berkas persyaratan tersebut, warga duduk menunggu sejenak. Bila dianggap telah lengkap, maka petugas PATEN memberi informasi perkiraan waktu proses selesai. Selanjutnya petugas PATEN  yang membawa berkas persyaratan itu ke kabupaten/kota untuk diproses lebih lanjut oleh badan/kantor PTSP. Dokumen yang telah diproses dan diselesaikan oleh badan/kantor PTSP kabupaten/kota kemudian dikirim kembali ke kecamatan, kemudian warga yang mengajukan permohonan tersebut dipanggil untuk menerima dokumen yang sudah selesai. Setelah itu melakukan pembayaran (bila ada tarif yang harus dibayar).dan warga hanya perlu mengambil dokumen itu di kecamatan. Pembayaran biaya pelayanan pun dilakukan dan dicatat secara transparan. Besarnya biaya dan lama waktu proses berkas pemohon pun ada standar yang tetap dan diumumkan pada masyarakat. Sehingga warga tidak lagi harus terbebani dengan pertanyaan apakah uang yang dibayarkan akan sampai kepada kas daerah atau hilang di perjalanan, karena semuanya tercatat dan dilaporkan. Jika pelayanan yang diberikan petugas tidak sesuai dengan standar, warga dapat mengadukan kepada pengambil kebijakan di atasnya. Dengan demikian, pelayanan yang dilakukan oleh kecamatan kepada warganya menjadi lebih berkualitas, mudah, murah, cepat, transparan dan lebih paten. Pelayanan pada masyarakat secara proporsional berdasarkan kriteria setingkat kecamatan, di bidang perijinan dan non perijinan, sekaligus merupakan perwujudan otonomi daerah dengan mendistribusikan kewenangan untuk mendekatkan pelayanan bagi warga di kawasan kecamatan. Untuk menunjang pelayanan pada masyarakat dalam pelayanan di loket atau meja pelayanan PATEN, perlu adanya suatu sistem yang saling terintergrasi antara pelayanan dari pemohon pelayanan administrasi, petugas penerima dan pejabat pemegang kebijakan di kantor kecamatan. Maka, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 138 – 270 tahun 2010 Tentang Petunjuk  teknis pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, sarana dan prasarana PATEN ini dapat dijelaskan sebagai berikut; Tempat piket, loket/meja pendaftaran, tempat pemroses berkas, tempat pengolahan data dan informasi (operator computer), tempat finalisasi proses berkas, ruang tunggu warga, tempat penyerahan berkas, tempat pembayaran dan tempat pengaduan. Adapun tempat piket, biasanya berupa meja yang berada di bagian depan atau bagian yang mudah terlihat dari kantor kecamatan. Di tempat ini petugas informasi akan menyapa masyarakat yang datang ke kantor kecamatan, dan mengarahkan warga yang akan mengurus pelayanan ke loket/meja pendaftaran.  Sedangkan loket/meja pendaftaran di tiap kecamatan dapat memilih menerapkan pelayanan dengan menggunakan meja atau loket. Pemilihan meja atau loket ini disesuaikan dengan kondisi dan sarana yang tersedia. Loket atau meja ini berfungsi sebagai tempat pendaftaran bagi warga yang mengajukan permohonan penyelesaian suatu dokumen. Pada loket/meja pendaftaran ini, petugas akan memeriksa/melakukan verifikasi kelengkapan berkas persyaratan. Jika tidak lengkap, berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. Bila persyaratan lengkap, maka berkas dilanjutkan ke tempat pemrosesan berkas. Petugas kemudian mempersilakan warga untuk menunggu di ruang tunggu. Selanjutnya Tempat pemrosesan berkas, di tempat ini berkas permohonan dan persyaratannya dipelajari dan dilakukan validasi oleh kepala seksi pelayanan atau seksi yang membidangi pelayanan. Setelah divalidasi, berkas dilanjutkan ke tempat pengolahan data dan informasi. Kemudian tempat pengolahan data dan informasi, berkas yang sudah divalidasi ini oleh petugas operator komputer kemudian dicetak format dokumennya dan diberikan penomoran. Selain itu diperlukan juga #database_pelayanan_paten. Database ini berupa data elektronik di komputer kecamatan yang berisi antara lain informasi kependudukan, format dokumen pelayanan (surat atau rekomendasi), struktur pemerintah kecamatan dan desa/kelurahan. Tempat finalisasi proses, dokumen yang sudah dicetak dan diberi nomor ini kemudian dikirim kembali ke kepala seksi pelayanan untuk dikoreksi dan diparaf. Setelah itu dokumen dilanjutkan ke sekretaris kecamatan (sekcam). Sekcam kemudian melakukan pemeriksaan akhir dan memberikan paraf persetujuan. Selanjutnya dokumen diserahkan ke camat untuk ditandatangani. Jika tidak ada sekcam atau berhalangan, dapat digantikan oleh salah satu kepala seksi. Kemudian, adanya ruang tunggu bagi warga selama dokumen yang dimohonkan diproses, ruang tunggu sebaiknya memiliki kursi dan perlengkapan lainnya seperti koran dan TV. Selanjutnya, dokumen setelah ditandatangani dikirimkan ke tempat penyerahan dokumen untuk selanjutkan diserahkan ke warga. Bila dokumen yang dimaksud memerlukan biaya atau tarif pelayanan, maka warga membayar di tempat pembayaran sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam standar pelayanan. Tarif/biaya pelayanan ini dicatat pembayarannya. Tempat penanganan pengaduan disediakan, bila dalam proses pelayanan, warga merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan oleh petugas PATEN, warga dapat menyampaikan pengaduannya, baik secara lisan maupun tertulis. Pengaduan ini dicatat oleh petugas dan ditindaklanjuti di tempat penanganan pengaduan. Perangkat pendukung yang penting lainnya, adalah sistem informasi. Sistem informasi penting dilakukan, karena memudahkan warga untuk mengetahui semua informasi di kecamatan. Berbagai informasi itu dapat berbentuk papan informasi, brosur, leaflet atau spanduk. Serta sarana dan prasarana yang ada di kecamatan dan desa/kelurahan, sarana lainnya yang perlu ada disesuaikan dengan kondisi kecamatan seperti lemari arsip dan toilet untuk warga.  Pada praktiknya, sarana dan prasarana PATEN ini tidak harus terpisah satu sama lain. Contohnya, tempat pemrosesan berkas mungkin saja merupakan satu ruangan dengan tempat pengolahan data dan informasi. Sedangkan tempat finalisasi proses adalah ruang kerja dari Sekcam dan Camat masing-masing. Demikian juga dengan loket pendaftaran dapat juga merupakan satu bagian dengan tempat penyerahan dokumen dan tempat pembayaran.  Agar PATEN dapat terselenggara dengan paten, maka camat perlu menunjuk pelaksana teknis yang terdiri dari: petugas informasi; petugas loket/penerima berkas; petugas operator komputer; petugas pemegang kas, aplikasi pendukung PATEN dan petugas lain sesuai kebutuhan, contohnya petugas penanganan pengaduan. Penunjukan pelaksana teknis PATEN ini beserta uraian tugasnya dilakukan melalui Surat Perintah Tugas (SPT) Camat. Dengan dilaksanakan penyelenggaraan PATEN, dapat mempercepat urusan masyarakat di berbagai bidang. Sehingga, kesejahteraan kehidupan masyarakat jadi lebih baik.   Penulis : #Yosi_Sailico

Kamis, 12 Maret 2015

TOLAK TAMBANG MINERBA RAKUS



 

    Aktifitas pertambangan mineral di Kalimantan, terutama di Kalimantan Selatan sudah seringkali menjadi tema bagi beberapa penggiat dan pemerhati lingkungan hidup untuk menyuarakan keprihatinan mewakili masyarakat di sekeliing kawasan pertambangan mineral (batubara).

Bahkan pesan dari beberapa unjuk rasa tersebut sangat lantang, “MENOLAK EKSPLOITASI PERTAMBANGAN”. Meskipun, tidak menampik bahwa dengan keberadaan industry pertambangan mineral tersebut dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah seputar area tambang.

Namun, kondisi itu tetap saja menimbulkan dua kubu yang mendukung dan menolak dengan munculnya aktifitas pertambangan yang sudah “masuk” ke tahap ekploitasi habis-habisan sehingga cenderung mulai merusak tatanan keseimbangan lingkungan hidup. Seperti diketahui, di provinsi Kalimantan Selatan hampir di penjuru daerah tingkat dua terdapat kawasan pertambangan; semisal di Tabalong, Balangan, Tapin, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
    
        Meski, telah diketahui dan hasil pengamatan di lapangan. Bahwa kondisi lingkungan di sekitar kawasan pertambangan sangat mengenaskan. Seperti, sungai yang menjadi “urat nadi” kehidupan masyarakat telah tercemar dengan indikasi ekosistem yang berada dalam aliran sungai tersebut menjadi “mabuk” bahkan mati, warna air sungai menjadi coklat susu.

Kemudian, lubang-lubang sisa hasil penggalian batubara yang telah habis dikeruk berubah menjadi “danau” yang belum dapat dimanfaatkan karena airnya bersifat racun. Belum lagi, debu-debu yang menyesakkan pernafasan pada masyarakat sekitar; baik debu hitam dari batubara maupun debu akibat lalu lalang alat transportasi pengangkut emas hitam itu. Bahkan di daerah tepi pantai seperti di Pulau Sebuku, air laut sudah meresap hingga membuat sumur-sumur masyarakat menjadi terasa asin atau payau. Dan masyarakat di pulau Sebuku secara bercanda mengatakan pulau Sebuku bisa saja tenggelam.
    
        Pada kenyataannya, ijin untuk melakukan ekplorasi dan mengelola hasil tambang tetap saja disetujui dan diterbikan dengan alas an untuk menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai salahsatu sumber dana untuk melakukan pembangunan sarana dan prasarana, yang dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat daerah di seputar kawasan pertambangan.
    
        Dengan terbitnya “SIM” atau Surat Ijin Menambang, berarti Pemerintah daerah yang telah mengeluarkan SIM tersebut, hanya cukup mengawasi dan sekedar menegur bila ada situasi terkait pelanggaran dalam hal aktifitas pertambangan. Alhasil, para pengusaha emas hitam merasa telah mengantongi kekuasaan secara legal formal untuk melakukan pengerukan harta karun dengan sedemikian “rakus”.
    
        Apalagi, masyarakat sekitar yang meski terdampak langsung dengan aktifitas pertambangan. Tetap menginginkan kegiatan tambang tetap aktif, dikarenakan cukup banyak masyarakat local yang bekerja di sector ini. Dikuatirkan, ketika kegiatan pertambangan ditutup maka berakibat perekonomian masyarakat pun terhenti sehingga efek domino berupa kehidupan social masyarakat juga terganggu, sehingga dapat meningkatkan jumlah tindak kriminalitas di daerah tersebut.
    
        Disamping masyarakat yang menginginkan tetap berlangsungnya kegiatan pertambangan, ada juga sebagian lainnya memberikan beberapa syarat bila usaha penggalian batubara masih berproduksi; yakni memperketat pengelolaan limbah sisa penggalian sehingga tidak merusak lingkungan hidup dan menggandeng putra daerah untuk turut mengelola aktifitas tambang itu.
    
        Kemudian, pemberian dana kompensasi sosial bagi masyarakat (CSR) harus tepat sasaran dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar. Melalui peran serta pengawasan masyarakat dan difasilitasi pemerintah daerah, keberadaan pertambangan resmi tersebut dapat menguntungkan dan menyejahterakan masyarakat.
    
        Nah, persyaratan tersebut menjadi rambu-rambu bagi pihak pengusaha tambang, masyarakat dan pemerintah daerah dalam bersinergi membangun daerah. Ketika rambu-rambu tersebut dilanggar dan tidak mendapat perhatian lebih dari pemerintah, maka sebagian masyarakat lainnya lagi yang sejatinya sangat menolak segala aktifitas pertambangan bakal menyuarakan lebih lantang lagi untuk “MENOLAK DAN MENUTUP KEGIATAN TAMBANG”. #tolaktambangrakus

Penulis : #Yosi_Sailico