Kamis, 29 Januari 2015

REMUNERASI VIA SKP

Eskape (SKP) yang Segar
Penulis : Yosi Sailico, jurnalis
Awal tahun 2015, seorang kawan di salahsatu instansi pemerintah mengetuk pintu rumah. Selesai menguluk salam, saya persilahkan masuk sambil berpikir akan diajak untuk keliling kota Banjarmasin menikmati segarnya es tape dan macetnya jalanan di kota “Seribu Ruko” ini. 

         

        Eh, ternyata kedatangan kawan saya sekedar melepas keluh, karena pada saat itu belum kelar mengisi, mengevaluasi dan menilai Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk para pegawai pemerintah yang berada di instansi tempat beliau bertugas. Pengisian evaluasi SKP, diharapkan pemerintah dapat mendongkrak kinerja para pegawainya. Mulai dilaksanakan, awal tahun 2014 lalu.

         Bagi pegawai yang tergabung dalam korps Pegawai Negeri Sipil, awal tahun merupakan waktu sibuk-sibuknya mengumpulkan Sasaran Kinerja Pegawai periode kerja 2014 dan mengisi target kerja masa tahun 2015 untuk dikumpulkan di medio bulan Maret.

         Alhasil, ternyata banyak pegawai pemerintah belum paham mengenai aturan pencapaian target dan realisasi tersebut, termasuk kawan saya ini. Makanya, beliau mampir ke rumah ulun. Usai mengeluarkan uneg-uneg tentang ESKAPE (SKP), sang kawan pamit keluar sambil meninggalkan beberapa berkas dan softcopy cara pengisian untuk saya pelajari.

        Memang, meski dari jaman “kuda gigit besi” sudah ada buku nilai pegawai pemerintah dalam bentuk PP No 10/1979 mengenai peraturan dan cara penilaian kinerja dilakukan pada para PNS, semacam “raport” Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Namun, dalam pengisian form DP3 cenderung ala kadarnya dan mungkin hanya formalitas saja

        Pasalnya dalam penilaian DP3 itu, yang diukur atau dinilai hanya pada perilaku dan kepribadian dari tiap personal PNS. Yakni, kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan (yang khusus pemangku jabatan).

        Sedangkan ESKAPE, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46/2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Serta melalui Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013, tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 46/2011 dalam lampiran pertama bahwa penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan secara sistematis ditekankan pada tingkat capaian sasaran kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara PNS dan Pejabat Penilai.

        Merupakan penilaian kinerja pegawai negeri sipil berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan. Terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja, untuk menjamin objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Sekaligus, sebagai pengendalian perilaku kerja produktif sesuai yang disepakati dalam jenjang jabatannya dan bukan penilaian atas kepribadian seorang PNS tersebut.

         Apalagi pemerintah dengan ‘kabinet kerja’-nya ini, mempunyai jargon kerja…kerja..kerja. Pun, pegawai pemerintahan dengan atribut Pegawai Negeri Sipil makin diminta untuk memiliki kinerja yang mumpuni, ketika melayani masyarakat dalam berbagai bidang sesuai instansi masing-masing.
Penilaian berdasar pada unsur sasaran kerja pegawai, sesuai tugas pokok yang telah disepakati antara PNS dengan atasan langsungnya serta penilaian perilaku kerja.

         Bobot penilaiannya, untuk sasaran kerja pegawai (SKP) mendapat porsi 60 persen yang meliputi kuantitas, kualitas, waktu dan biaya. Sedangkan, perilaku kerja diberi bobot 40 persen yang meliputi orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin dan kepemimpinan (bagi pejabat struktural instansi)

        Sebagai langkah saling berbagi tugas, serta menentukan sasaran kerja pegawai. Para pegawai pemerintah itu, mengacu pada target pelaksanaan tugas pokok di instansi tersebut melalui suatu rapat kerja organisasi atau rapat kerja tahunan, guna menentukan langkah prosedur dan transparasi dalam pelaksanaannya.

        Maka, dihasilkan volume kerja yang berbeda-beda antar unit/jabatan dan merupakan variable tidak tetap dalam pelaksanaan analisa beban kerja (laporan revisi informasi beban kerja Kotabaru, halaman 6). Sedangkan variable tetapnya, berupa jam kerja efektif dengan landasan Keputusan Presiden Nomor 68 tahun 1995 yang telah ditentukan jam kerja instansi pemerintah 37 jam 30 menit per minggu, atau untuk setahun sebanyak 1.200 jam yang berarti 72.000 menit.

        Tugas pokok tiap jabatan tersebut, masuk dalam struktur dan tata kerja organisasi. Pun sudah diatur dalam suatu peraturan daerah. Sehingga, ketika mengisi uraian tugas dalam lembar isian Sasaran Kerja Pegawai di dalam kolom kegiatan tugas jabatan diisikan sesuai tugas pokok yang ditentukan.

        Sebagai contoh : seorang pejabat Camat di daerah Kotabaru mempunyai sembilan tugas pokok dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Pejabat sekretaris kecamatan, mempunyai sebelas tugas pokok; kepala sub bagian program mendapat delapan tugas pokok dan tiap-tiap jabatan mempunyai tugas pokok masing-masing. Maka seorang camat, ketika mengisi uraian tugas jabatan harus mengisikan kolom sesuai tugas yang sudah ditentukan, yakni sembilan tugas pokok. Bukan mengisi empat atau bahkan sepuluh tugas pokok.

       Nah, para pemangku jabatan yang bertindak sebagai atasan penilai dibekali dengan bantuan aplikasi tabel berisi rumus untuk menilai kinerja para anak buahnya. Rumus dalam aplikasi tersebut, sudah diatur sesuai dengan buku yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara mengenai Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil.

      Dari obrolan dengan kawan ulun, kebingungan beliau muncul pada saat memasukan uraian tugas pada lembar pengukuran penilaian capaian SKP.Yakni memberi nilai dengan membandingkan antara target dan realisasi tugas yang telah dilaksanakan oleh PNS.

      Contoh kasus, pegawai di bagian keuangan mempunyai tugas pokok sejumlah duabelas uraian tugas pokok. Namun, PNS “A” hanya dapat melaksanakan lima tugas. Saat dimasukan dalam aplikasi tersebut, realisasi dari lima tugas yang sesuai target memperoleh hasil capaian dengan kriteria baik.

      Padahal, ada 7 (tujuh) tugas yang belum dilaksanakan. Sedangkan, PNS “B” yang melaksanakan tuntas duabelas tugas pun memperoleh hasil yang sama. Menurut beliau, ada perasaan tidak adil ketika memberikan angka nilai prestasi kerja.

      Oh, ternyata itu yang bikin pusing beliau. Teringat pada flashdisk yang dititipkan untuk dipelajari, saya menyalakan computer jinjing yang selalu setia menemani beraktifitas. Segera membuka aplikasi excel dengan rumus penilaian sasaran kerja pegawai, di aplikasi tersebut tercantum berbagai proses perhitungan.

      Ternyata ada satu rumus yang sangat penting dan induk dari rangkaian rumus lainnya; yaitu hasil perhitungan dari total realisasi dan target dibagi dengan jumlah uraian tugas yang disampaikan oleh pegawai PNS bersangkutan. Misal, seperti kasus yang saya sampaikan sebelumnya, yakni seorang PNS dengan tugas pokok 12 kegiatan, namun hanya menjalankan lima kegiatan. Maka, hasil total didapat dari nilai capaian SKP dibagi dengan lima kegiatan tersebut, bukannya dibagi dengan duabelas kegiatan yang wajib dikerjakan.

      Sedangkan, pegawai lainnya yang dapat dikatakan tuntas melaksanakan tugas dengan menyelesaikan duabelas kegiatan tugas pokok. Pun, hasil total yang didapat dari nilai capaian SKP dibagi dengan jumlah uraian tugasnya duabelas tugas pokok. Alhasil, nilai kedua pegawai tersebut sama berkriteria baik. Ibaratnya pegawai “malas” dan “rajin” sama saja hasil rapotnya.

      Sejatinya, menurut saya. Aplikasi penilaian SKP ini, lebih tepat bila berbasis jumlah tugas pokok (prestasi kerja) yang telah ditentukan dalam rapat kerja tahunan di instansi tersebut. Bukan menurut apa kata sang pegawai PNS, saat mengisi uraian tugasnya. Sehingga, bila mengisikan uraian tugas kurang dari tugas pokok yang sudah ditentukan, maka ketika nilai dimasukan dalam aplikasi, yang keluar adalah angka yang tergolong dalam kriteria buruk.

     Aplikasi SKP yang berbasis prestasi kerja ini, dapat memacu kinerja pegawai pemerintah untuk mengisi uraian tugas sesuai tugas pokok yang telah disepakati bersama. Dengan begitu, bagi PNS yang memiliki kinerja baik dapat diberikan penghargaan.

     Salahsatunya, gaji yang diterima oleh PNS saat ini harus didasarkan atas bobot jabatan, klasifikasi dan kompetensi jabatan dengan tujuan memotivasi PNS untuk berprestasi lebih baik (Laporan Hasil Analisis Beban Kerja Kotabaru, halaman 16).

       Maka, keesokan harinya saat kawan ulun muncul ke rumah. Dan mencoba aplikasi dengan basis prestasi kerja dan tugas pokok , dapat tersenyum segar. Menandakan pusingnya hilang, kemudian mengajak untuk membeli es tape. (ys)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar