Aktifitas pertambangan mineral di Kalimantan, terutama di Kalimantan Selatan sudah seringkali menjadi tema bagi beberapa penggiat dan pemerhati lingkungan hidup untuk menyuarakan keprihatinan mewakili masyarakat di sekeliing kawasan pertambangan mineral (batubara).
Bahkan
pesan dari beberapa unjuk rasa tersebut sangat lantang, “MENOLAK EKSPLOITASI
PERTAMBANGAN”. Meskipun, tidak menampik bahwa dengan keberadaan industry
pertambangan mineral tersebut dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah
seputar area tambang.
Namun,
kondisi itu tetap saja menimbulkan dua kubu yang mendukung dan menolak dengan
munculnya aktifitas pertambangan yang sudah “masuk” ke tahap ekploitasi
habis-habisan sehingga cenderung mulai merusak tatanan keseimbangan lingkungan
hidup. Seperti diketahui, di provinsi Kalimantan Selatan hampir di penjuru
daerah tingkat dua terdapat kawasan pertambangan; semisal di Tabalong,
Balangan, Tapin, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
Meski, telah diketahui dan hasil pengamatan di lapangan.
Bahwa kondisi lingkungan di sekitar kawasan pertambangan sangat mengenaskan.
Seperti, sungai yang menjadi “urat nadi” kehidupan masyarakat telah tercemar
dengan indikasi ekosistem yang berada dalam aliran sungai tersebut menjadi
“mabuk” bahkan mati, warna air sungai menjadi coklat susu.
Kemudian,
lubang-lubang sisa hasil penggalian batubara yang telah habis dikeruk berubah
menjadi “danau” yang belum dapat dimanfaatkan karena airnya bersifat racun.
Belum lagi, debu-debu yang menyesakkan pernafasan pada masyarakat sekitar; baik
debu hitam dari batubara maupun debu akibat lalu lalang alat transportasi
pengangkut emas hitam itu. Bahkan di daerah tepi pantai seperti di Pulau
Sebuku, air laut sudah meresap hingga membuat sumur-sumur masyarakat menjadi
terasa asin atau payau. Dan masyarakat di pulau Sebuku secara bercanda
mengatakan pulau Sebuku bisa saja tenggelam.
Pada kenyataannya, ijin untuk melakukan ekplorasi dan
mengelola hasil tambang tetap saja disetujui dan diterbikan dengan alas an untuk
menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai salahsatu sumber
dana untuk melakukan pembangunan sarana dan prasarana, yang dapat meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat daerah di seputar kawasan pertambangan.
Dengan terbitnya “SIM” atau Surat Ijin Menambang, berarti
Pemerintah daerah yang telah mengeluarkan SIM tersebut, hanya cukup mengawasi
dan sekedar menegur bila ada situasi terkait pelanggaran dalam hal aktifitas
pertambangan. Alhasil, para pengusaha emas hitam merasa telah mengantongi kekuasaan
secara legal formal untuk melakukan pengerukan harta karun dengan sedemikian
“rakus”.
Apalagi, masyarakat sekitar yang meski terdampak langsung
dengan aktifitas pertambangan. Tetap menginginkan kegiatan tambang tetap aktif,
dikarenakan cukup banyak masyarakat local yang bekerja di sector ini. Dikuatirkan,
ketika kegiatan pertambangan ditutup maka berakibat perekonomian masyarakat pun
terhenti sehingga efek domino berupa kehidupan social masyarakat juga
terganggu, sehingga dapat meningkatkan jumlah tindak kriminalitas di daerah
tersebut.
Disamping masyarakat yang menginginkan tetap
berlangsungnya kegiatan pertambangan, ada juga sebagian lainnya memberikan
beberapa syarat bila usaha penggalian batubara masih berproduksi; yakni
memperketat pengelolaan limbah sisa penggalian sehingga tidak merusak
lingkungan hidup dan menggandeng putra daerah untuk turut mengelola aktifitas
tambang itu.
Kemudian, pemberian dana kompensasi sosial bagi
masyarakat (CSR) harus tepat sasaran dapat dirasakan langsung oleh masyarakat
sekitar. Melalui peran serta pengawasan masyarakat dan difasilitasi pemerintah
daerah, keberadaan pertambangan resmi tersebut dapat menguntungkan dan
menyejahterakan masyarakat.
Nah, persyaratan tersebut menjadi rambu-rambu bagi pihak
pengusaha tambang, masyarakat dan pemerintah daerah dalam bersinergi membangun
daerah. Ketika rambu-rambu tersebut dilanggar dan tidak mendapat perhatian
lebih dari pemerintah, maka sebagian masyarakat lainnya lagi yang sejatinya
sangat menolak segala aktifitas pertambangan bakal menyuarakan lebih lantang
lagi untuk “MENOLAK DAN MENUTUP KEGIATAN TAMBANG”. #tolaktambangrakus
Penulis
: #Yosi_Sailico
Tidak ada komentar:
Posting Komentar