Kamis, 12 Maret 2015

TOLAK TAMBANG MINERBA RAKUS



 

    Aktifitas pertambangan mineral di Kalimantan, terutama di Kalimantan Selatan sudah seringkali menjadi tema bagi beberapa penggiat dan pemerhati lingkungan hidup untuk menyuarakan keprihatinan mewakili masyarakat di sekeliing kawasan pertambangan mineral (batubara).

Bahkan pesan dari beberapa unjuk rasa tersebut sangat lantang, “MENOLAK EKSPLOITASI PERTAMBANGAN”. Meskipun, tidak menampik bahwa dengan keberadaan industry pertambangan mineral tersebut dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah seputar area tambang.

Namun, kondisi itu tetap saja menimbulkan dua kubu yang mendukung dan menolak dengan munculnya aktifitas pertambangan yang sudah “masuk” ke tahap ekploitasi habis-habisan sehingga cenderung mulai merusak tatanan keseimbangan lingkungan hidup. Seperti diketahui, di provinsi Kalimantan Selatan hampir di penjuru daerah tingkat dua terdapat kawasan pertambangan; semisal di Tabalong, Balangan, Tapin, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
    
        Meski, telah diketahui dan hasil pengamatan di lapangan. Bahwa kondisi lingkungan di sekitar kawasan pertambangan sangat mengenaskan. Seperti, sungai yang menjadi “urat nadi” kehidupan masyarakat telah tercemar dengan indikasi ekosistem yang berada dalam aliran sungai tersebut menjadi “mabuk” bahkan mati, warna air sungai menjadi coklat susu.

Kemudian, lubang-lubang sisa hasil penggalian batubara yang telah habis dikeruk berubah menjadi “danau” yang belum dapat dimanfaatkan karena airnya bersifat racun. Belum lagi, debu-debu yang menyesakkan pernafasan pada masyarakat sekitar; baik debu hitam dari batubara maupun debu akibat lalu lalang alat transportasi pengangkut emas hitam itu. Bahkan di daerah tepi pantai seperti di Pulau Sebuku, air laut sudah meresap hingga membuat sumur-sumur masyarakat menjadi terasa asin atau payau. Dan masyarakat di pulau Sebuku secara bercanda mengatakan pulau Sebuku bisa saja tenggelam.
    
        Pada kenyataannya, ijin untuk melakukan ekplorasi dan mengelola hasil tambang tetap saja disetujui dan diterbikan dengan alas an untuk menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai salahsatu sumber dana untuk melakukan pembangunan sarana dan prasarana, yang dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat daerah di seputar kawasan pertambangan.
    
        Dengan terbitnya “SIM” atau Surat Ijin Menambang, berarti Pemerintah daerah yang telah mengeluarkan SIM tersebut, hanya cukup mengawasi dan sekedar menegur bila ada situasi terkait pelanggaran dalam hal aktifitas pertambangan. Alhasil, para pengusaha emas hitam merasa telah mengantongi kekuasaan secara legal formal untuk melakukan pengerukan harta karun dengan sedemikian “rakus”.
    
        Apalagi, masyarakat sekitar yang meski terdampak langsung dengan aktifitas pertambangan. Tetap menginginkan kegiatan tambang tetap aktif, dikarenakan cukup banyak masyarakat local yang bekerja di sector ini. Dikuatirkan, ketika kegiatan pertambangan ditutup maka berakibat perekonomian masyarakat pun terhenti sehingga efek domino berupa kehidupan social masyarakat juga terganggu, sehingga dapat meningkatkan jumlah tindak kriminalitas di daerah tersebut.
    
        Disamping masyarakat yang menginginkan tetap berlangsungnya kegiatan pertambangan, ada juga sebagian lainnya memberikan beberapa syarat bila usaha penggalian batubara masih berproduksi; yakni memperketat pengelolaan limbah sisa penggalian sehingga tidak merusak lingkungan hidup dan menggandeng putra daerah untuk turut mengelola aktifitas tambang itu.
    
        Kemudian, pemberian dana kompensasi sosial bagi masyarakat (CSR) harus tepat sasaran dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar. Melalui peran serta pengawasan masyarakat dan difasilitasi pemerintah daerah, keberadaan pertambangan resmi tersebut dapat menguntungkan dan menyejahterakan masyarakat.
    
        Nah, persyaratan tersebut menjadi rambu-rambu bagi pihak pengusaha tambang, masyarakat dan pemerintah daerah dalam bersinergi membangun daerah. Ketika rambu-rambu tersebut dilanggar dan tidak mendapat perhatian lebih dari pemerintah, maka sebagian masyarakat lainnya lagi yang sejatinya sangat menolak segala aktifitas pertambangan bakal menyuarakan lebih lantang lagi untuk “MENOLAK DAN MENUTUP KEGIATAN TAMBANG”. #tolaktambangrakus

Penulis : #Yosi_Sailico

Tidak ada komentar:

Posting Komentar