Senin, 05 Oktober 2015

GARUDA BOSAN DI ISTANA GARUDA

Bosan melihat tingkah para dewa yang penuh kemunafikan dan dosa
Memberi petuah janji pada rakyat ehh sakalinya mereka langgar petuah janji
Garuda terbang mengangkasa
Garuda bersenandung fals
Hinggap di pohon hutan yang tidak rimba lagi
Berkoak di atas ranting tinggi Incar sarapan pagi 
…………………………….. 
 Namun nanar sepasang mata tak berkedip
 Awasi sang Garuda
 Pun Garuda gagah tak luput jadi calon mangsa
Endap-endap mata nanar dekati raja angkasa
Bekal sumpit racun siap ditebar
 Indera Garuda bergetar
Ada bahaya mengancam dekati bulu indahnya
Garuda burung tunggangan sang dewa berdiam diri
Menanti gerakan si mata nanar dengan waspada
Incaran sarapan pagi telah hilang
Berganti ancaman tebaran sumpit racun
 …………………………. 
Aksi kedua makhluk disaksikan rakyat negeri Garuda
Mereka heran
 Tunggangan dewa lepas terbang tanpa pengawalan
Tak terima sang Garuda terancam sumpit racun
Rakyat beranikan diri
Hadapi si mata nanar dengan taruhan nyawa
 Dihadang… dihalau… si mata nanar menjauh dari sang Garuda 
……………………………. 
 Garuda bangga
 Mendapat pembelaan dari rakyat negeri Garuda
Meski Rakyat negeri Garuda seringkali kecewa
 Pada tindakan para dewa
Namun tetap berani taruhkan nyawa
Untuk hidup sang Garuda
Garuda enggan kembali ke istana
 Berkumpul dengan para dewa
Garuda lebih hidup
 Berada di tengah para rakyat negeri Garuda
 ….Garuda…kami membelamu…..
 (#YosiSailico-Renungan mengenang peristiwa Jumat Kelabu)

Senin, 30 Maret 2015

Upaya Paten Layani Rakyat

 Kecamatan merupakan garda terdepan untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan pada masyarakat. Kantor kecamatan, dapat dikatakan sebagai cermin dari tata kelola pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat. Maka perlu suatu system  sebagai tolok ukur bagi percepatan reformasi birokrasi sebagai wujud pemerintahan yang memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat.   Mungkin bagi sebagian masyarakat, terutama yang berada di pelosok. Dan memerlukan pelayanan birokrasi surat menyurat legal formal, mereka mendatangi kantor kecamatan untuk mendapatkan surat keterangan atau sekedar surat pengantar untuk diteruskan ke dinas terkait di pusat kota kabupaten. Kondisi tersebut cukup membebani masyarakat.   Memang, perlu diakui oleh para pemegang kebijakan (stakeholder) bahwasan banyak hal menyebabkan penyelenggaraan pelayanan pada masyarakat belum optimal. Semisal, terbatasnya sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan tersebut, perilaku staf di kantor kecamatan yang terkadang cukup membuat masyarakat kecewa, tidak jelasnya waktu serta biaya untuk mendapatkan pelayanan tersebut, dan panjangnya prosedur dalam mengurus suatu surat keterangan atau surat ijin.   Untuk itu, percepatan reformasi birokrasi harus dibarengi dengan perubahan paradigma dari pemerintah pusat (provinsi atau kabupaten) untuk melaksanakan desentralisasi berupa membagi sebagian wewenang pada pemerintahan terdekat dengan rakyat, yaitu kecamatan. Sehingga, system otonomi daerah akan berjalan lebih cepat dan transparan melalui pelayanan pada masyarakat dengan akses dan mutu lebih berkualitas.   Di era pemerintahan sekarang ini, memberikan pelayanan dengan cepat pada masyarakat menjadi momentum jadikan kecamatan bukan lagi sebagai wilayah kekuasaan seorang camat (gaya feodalistik), namun wilayah kecamatan adalah daerah kerja camat untuk jadi pejabat abdi rakyat, sesuai Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.   Sebagai salahsatu unit pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat, posisi kecamatan sangat penting dan perlu diperkuat untuk mengemban tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan langsung. Hal ini, merupakan relevansi fungsi kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat. Khususnya ketika diperhatikan dari sudut kualitas dan luas wilayah geografis yang relative lebih dekat, waktu yang dapat dipersingkat dibandingkan bila mengurus kepentingan berupa perijinan maupun dokumen administrasi kependudukan. Ketika fungsi kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dilaksanakan dengan baik, dapat menghapus keluhan-keluhan dari rakyat karena merasa terayomi dan diperhatikan pemerintah sehingga meredam inisiatif untuk menuntut pemekaran daerah ataupun wacana deintegrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, perbaikan sarana prasarana penunjang kinerjaaparatur pemerintahan di level kecamatan perlu menjadi perhatian oleh para pemegang keputusan. Terlebih di aspek keuangan, administrasi dan kepastian pelimpahan kewenangan. Apalagi telah terbit Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Seorang Camat beserta para aparatur kecamatans, dapat lebih semangat menjalankan tugas secara optimal. Serta dalam  melaksanakan tugas pemerintahan, Jabatan camat mendapat kewenangan terdiri dari dua sumber yakni;  bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan (kewenangan atributif); dan  kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah (kewenangan delegatif). Dengan posisi strategisnya itu, maka camat harus lebih aktif dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan tugasnya. Camat diharapkan mampu melakukan inovasi untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam konteks pelayanan kepada masyarakat, sebagai upaya dalam meningkatkan pelayanan yang dihasilkan melalui sistem pelayanan administrasi terpadu kecamatan yang disingkat menjadi PATEN. PATEN dapat dikatakan suatu inovasi yang cukup paten dan sederhana, namun memberikan manfaat yang besar. Yakni  mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan serta memperbaiki citra dan legitimasi pemerintah daerah di mata masyarakat. Pun menjadi bagian dari “simpul” pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)  bagi bagian atau dinas di  kabupaten atau kota. Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) dengan standar operasional prosedurnya yang cukup sederhan,  memberikan pelayanan bagi masyarakat di kantor kecamatan yang proses pengelolaannya, mulai dari permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Satu tempat ini, berarti cukup melalui satu meja atau loket pelayanan. Melalui sistem ini, posisi warga masyarakat hanya berhubungan dengan petugas meja/loket pelayanan di kecamatan. Ketika warga masyarakat datang ke kantor kecamatan untuk melakukan pengurusan pelayanan administrasi, tidak perlu lagi mendatangi setiap petugas atau pejabat  yang berkepentingan, seperti kepala seksi, sekretaris kecamatan dan camat. Warga cukup menyerahkan berkas ke petugas penerima pelayanan, hal ini dapat dilakukan dengan cara warga membawa berkas persyaratan untuk memperoleh izin atau non perijinan, petugas PATEN kemudian memverifikasi berkas persyaratan tersebut, warga duduk menunggu sejenak. Bila dianggap telah lengkap, maka petugas PATEN memberi informasi perkiraan waktu proses selesai. Selanjutnya petugas PATEN  yang membawa berkas persyaratan itu ke kabupaten/kota untuk diproses lebih lanjut oleh badan/kantor PTSP. Dokumen yang telah diproses dan diselesaikan oleh badan/kantor PTSP kabupaten/kota kemudian dikirim kembali ke kecamatan, kemudian warga yang mengajukan permohonan tersebut dipanggil untuk menerima dokumen yang sudah selesai. Setelah itu melakukan pembayaran (bila ada tarif yang harus dibayar).dan warga hanya perlu mengambil dokumen itu di kecamatan. Pembayaran biaya pelayanan pun dilakukan dan dicatat secara transparan. Besarnya biaya dan lama waktu proses berkas pemohon pun ada standar yang tetap dan diumumkan pada masyarakat. Sehingga warga tidak lagi harus terbebani dengan pertanyaan apakah uang yang dibayarkan akan sampai kepada kas daerah atau hilang di perjalanan, karena semuanya tercatat dan dilaporkan. Jika pelayanan yang diberikan petugas tidak sesuai dengan standar, warga dapat mengadukan kepada pengambil kebijakan di atasnya. Dengan demikian, pelayanan yang dilakukan oleh kecamatan kepada warganya menjadi lebih berkualitas, mudah, murah, cepat, transparan dan lebih paten. Pelayanan pada masyarakat secara proporsional berdasarkan kriteria setingkat kecamatan, di bidang perijinan dan non perijinan, sekaligus merupakan perwujudan otonomi daerah dengan mendistribusikan kewenangan untuk mendekatkan pelayanan bagi warga di kawasan kecamatan. Untuk menunjang pelayanan pada masyarakat dalam pelayanan di loket atau meja pelayanan PATEN, perlu adanya suatu sistem yang saling terintergrasi antara pelayanan dari pemohon pelayanan administrasi, petugas penerima dan pejabat pemegang kebijakan di kantor kecamatan. Maka, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 138 – 270 tahun 2010 Tentang Petunjuk  teknis pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, sarana dan prasarana PATEN ini dapat dijelaskan sebagai berikut; Tempat piket, loket/meja pendaftaran, tempat pemroses berkas, tempat pengolahan data dan informasi (operator computer), tempat finalisasi proses berkas, ruang tunggu warga, tempat penyerahan berkas, tempat pembayaran dan tempat pengaduan. Adapun tempat piket, biasanya berupa meja yang berada di bagian depan atau bagian yang mudah terlihat dari kantor kecamatan. Di tempat ini petugas informasi akan menyapa masyarakat yang datang ke kantor kecamatan, dan mengarahkan warga yang akan mengurus pelayanan ke loket/meja pendaftaran.  Sedangkan loket/meja pendaftaran di tiap kecamatan dapat memilih menerapkan pelayanan dengan menggunakan meja atau loket. Pemilihan meja atau loket ini disesuaikan dengan kondisi dan sarana yang tersedia. Loket atau meja ini berfungsi sebagai tempat pendaftaran bagi warga yang mengajukan permohonan penyelesaian suatu dokumen. Pada loket/meja pendaftaran ini, petugas akan memeriksa/melakukan verifikasi kelengkapan berkas persyaratan. Jika tidak lengkap, berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. Bila persyaratan lengkap, maka berkas dilanjutkan ke tempat pemrosesan berkas. Petugas kemudian mempersilakan warga untuk menunggu di ruang tunggu. Selanjutnya Tempat pemrosesan berkas, di tempat ini berkas permohonan dan persyaratannya dipelajari dan dilakukan validasi oleh kepala seksi pelayanan atau seksi yang membidangi pelayanan. Setelah divalidasi, berkas dilanjutkan ke tempat pengolahan data dan informasi. Kemudian tempat pengolahan data dan informasi, berkas yang sudah divalidasi ini oleh petugas operator komputer kemudian dicetak format dokumennya dan diberikan penomoran. Selain itu diperlukan juga #database_pelayanan_paten. Database ini berupa data elektronik di komputer kecamatan yang berisi antara lain informasi kependudukan, format dokumen pelayanan (surat atau rekomendasi), struktur pemerintah kecamatan dan desa/kelurahan. Tempat finalisasi proses, dokumen yang sudah dicetak dan diberi nomor ini kemudian dikirim kembali ke kepala seksi pelayanan untuk dikoreksi dan diparaf. Setelah itu dokumen dilanjutkan ke sekretaris kecamatan (sekcam). Sekcam kemudian melakukan pemeriksaan akhir dan memberikan paraf persetujuan. Selanjutnya dokumen diserahkan ke camat untuk ditandatangani. Jika tidak ada sekcam atau berhalangan, dapat digantikan oleh salah satu kepala seksi. Kemudian, adanya ruang tunggu bagi warga selama dokumen yang dimohonkan diproses, ruang tunggu sebaiknya memiliki kursi dan perlengkapan lainnya seperti koran dan TV. Selanjutnya, dokumen setelah ditandatangani dikirimkan ke tempat penyerahan dokumen untuk selanjutkan diserahkan ke warga. Bila dokumen yang dimaksud memerlukan biaya atau tarif pelayanan, maka warga membayar di tempat pembayaran sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam standar pelayanan. Tarif/biaya pelayanan ini dicatat pembayarannya. Tempat penanganan pengaduan disediakan, bila dalam proses pelayanan, warga merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan oleh petugas PATEN, warga dapat menyampaikan pengaduannya, baik secara lisan maupun tertulis. Pengaduan ini dicatat oleh petugas dan ditindaklanjuti di tempat penanganan pengaduan. Perangkat pendukung yang penting lainnya, adalah sistem informasi. Sistem informasi penting dilakukan, karena memudahkan warga untuk mengetahui semua informasi di kecamatan. Berbagai informasi itu dapat berbentuk papan informasi, brosur, leaflet atau spanduk. Serta sarana dan prasarana yang ada di kecamatan dan desa/kelurahan, sarana lainnya yang perlu ada disesuaikan dengan kondisi kecamatan seperti lemari arsip dan toilet untuk warga.  Pada praktiknya, sarana dan prasarana PATEN ini tidak harus terpisah satu sama lain. Contohnya, tempat pemrosesan berkas mungkin saja merupakan satu ruangan dengan tempat pengolahan data dan informasi. Sedangkan tempat finalisasi proses adalah ruang kerja dari Sekcam dan Camat masing-masing. Demikian juga dengan loket pendaftaran dapat juga merupakan satu bagian dengan tempat penyerahan dokumen dan tempat pembayaran.  Agar PATEN dapat terselenggara dengan paten, maka camat perlu menunjuk pelaksana teknis yang terdiri dari: petugas informasi; petugas loket/penerima berkas; petugas operator komputer; petugas pemegang kas, aplikasi pendukung PATEN dan petugas lain sesuai kebutuhan, contohnya petugas penanganan pengaduan. Penunjukan pelaksana teknis PATEN ini beserta uraian tugasnya dilakukan melalui Surat Perintah Tugas (SPT) Camat. Dengan dilaksanakan penyelenggaraan PATEN, dapat mempercepat urusan masyarakat di berbagai bidang. Sehingga, kesejahteraan kehidupan masyarakat jadi lebih baik.   Penulis : #Yosi_Sailico

Kamis, 12 Maret 2015

TOLAK TAMBANG MINERBA RAKUS



 

    Aktifitas pertambangan mineral di Kalimantan, terutama di Kalimantan Selatan sudah seringkali menjadi tema bagi beberapa penggiat dan pemerhati lingkungan hidup untuk menyuarakan keprihatinan mewakili masyarakat di sekeliing kawasan pertambangan mineral (batubara).

Bahkan pesan dari beberapa unjuk rasa tersebut sangat lantang, “MENOLAK EKSPLOITASI PERTAMBANGAN”. Meskipun, tidak menampik bahwa dengan keberadaan industry pertambangan mineral tersebut dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah seputar area tambang.

Namun, kondisi itu tetap saja menimbulkan dua kubu yang mendukung dan menolak dengan munculnya aktifitas pertambangan yang sudah “masuk” ke tahap ekploitasi habis-habisan sehingga cenderung mulai merusak tatanan keseimbangan lingkungan hidup. Seperti diketahui, di provinsi Kalimantan Selatan hampir di penjuru daerah tingkat dua terdapat kawasan pertambangan; semisal di Tabalong, Balangan, Tapin, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
    
        Meski, telah diketahui dan hasil pengamatan di lapangan. Bahwa kondisi lingkungan di sekitar kawasan pertambangan sangat mengenaskan. Seperti, sungai yang menjadi “urat nadi” kehidupan masyarakat telah tercemar dengan indikasi ekosistem yang berada dalam aliran sungai tersebut menjadi “mabuk” bahkan mati, warna air sungai menjadi coklat susu.

Kemudian, lubang-lubang sisa hasil penggalian batubara yang telah habis dikeruk berubah menjadi “danau” yang belum dapat dimanfaatkan karena airnya bersifat racun. Belum lagi, debu-debu yang menyesakkan pernafasan pada masyarakat sekitar; baik debu hitam dari batubara maupun debu akibat lalu lalang alat transportasi pengangkut emas hitam itu. Bahkan di daerah tepi pantai seperti di Pulau Sebuku, air laut sudah meresap hingga membuat sumur-sumur masyarakat menjadi terasa asin atau payau. Dan masyarakat di pulau Sebuku secara bercanda mengatakan pulau Sebuku bisa saja tenggelam.
    
        Pada kenyataannya, ijin untuk melakukan ekplorasi dan mengelola hasil tambang tetap saja disetujui dan diterbikan dengan alas an untuk menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai salahsatu sumber dana untuk melakukan pembangunan sarana dan prasarana, yang dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat daerah di seputar kawasan pertambangan.
    
        Dengan terbitnya “SIM” atau Surat Ijin Menambang, berarti Pemerintah daerah yang telah mengeluarkan SIM tersebut, hanya cukup mengawasi dan sekedar menegur bila ada situasi terkait pelanggaran dalam hal aktifitas pertambangan. Alhasil, para pengusaha emas hitam merasa telah mengantongi kekuasaan secara legal formal untuk melakukan pengerukan harta karun dengan sedemikian “rakus”.
    
        Apalagi, masyarakat sekitar yang meski terdampak langsung dengan aktifitas pertambangan. Tetap menginginkan kegiatan tambang tetap aktif, dikarenakan cukup banyak masyarakat local yang bekerja di sector ini. Dikuatirkan, ketika kegiatan pertambangan ditutup maka berakibat perekonomian masyarakat pun terhenti sehingga efek domino berupa kehidupan social masyarakat juga terganggu, sehingga dapat meningkatkan jumlah tindak kriminalitas di daerah tersebut.
    
        Disamping masyarakat yang menginginkan tetap berlangsungnya kegiatan pertambangan, ada juga sebagian lainnya memberikan beberapa syarat bila usaha penggalian batubara masih berproduksi; yakni memperketat pengelolaan limbah sisa penggalian sehingga tidak merusak lingkungan hidup dan menggandeng putra daerah untuk turut mengelola aktifitas tambang itu.
    
        Kemudian, pemberian dana kompensasi sosial bagi masyarakat (CSR) harus tepat sasaran dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar. Melalui peran serta pengawasan masyarakat dan difasilitasi pemerintah daerah, keberadaan pertambangan resmi tersebut dapat menguntungkan dan menyejahterakan masyarakat.
    
        Nah, persyaratan tersebut menjadi rambu-rambu bagi pihak pengusaha tambang, masyarakat dan pemerintah daerah dalam bersinergi membangun daerah. Ketika rambu-rambu tersebut dilanggar dan tidak mendapat perhatian lebih dari pemerintah, maka sebagian masyarakat lainnya lagi yang sejatinya sangat menolak segala aktifitas pertambangan bakal menyuarakan lebih lantang lagi untuk “MENOLAK DAN MENUTUP KEGIATAN TAMBANG”. #tolaktambangrakus

Penulis : #Yosi_Sailico

Rabu, 11 Februari 2015

Dayak Samihim

Warga Asli Pamukan


Planet Dayak- Suku Dayak Samihim, adalah salah satu suku Dayak yang bermukim di kecamatan Pamukan Utara, kecamatan Pamukan Barat dan kecamatan Sungai Durian di provinsi Kalimantan Selatan.

suku Dayak Samihim
(nawuraha)
Suku Dayak Samihim, walaupun berada di wilayah Kalimantan Selatan, tapi berdasarkan pengelompokan termasuk bagian dari sub-etnis suku Dayak Maanyan yang berada di Kalimantan Tengah.

Masyarakat suku Dayak Samihim berbicara dalam bahasa Samihim. Bahasa Samihim ini memiliki kekerabatan bahasa dengan bahasa Dayak Maanyan sekitar 80%. Dengan bahasa Dayak Labuhan sekitar 45%, dengan bahasa Bajau sekitar 46%, dengan bahasa Dayak Bakumpai sekitar 51%. Sedangkan dengan bahasa Dayak Bukit sekitar 59%.

Mayoritas suku Dayak Samihim yang mendiami desa Mangka memeluk agama Kristen Protestan dalam Gereja Kalimantan Evangelis. Mereka berada dalam bimbingan Pendeta pertamanya Aaron Bingan. Desa pemukiman lain mereka adalah desa Buluh Kuning, Betung dan beberapa daerah di sekitarnya.

Di Kalimantan Selatan suku Pamihim kadang disebut juga sebagai Orang Pamukan. Di masa lalu antara tahun 1660 - 1700, orang Pamukan pernah memiliki kerajaan sendiri, yaitu Kerajaan Pamukan. Kerajaan ini pernah diserang oleh suatu serangan dari luar, terlihat dari bukti sisa-sisa pemukiman mereka di Tanjung Kersik Itam. Kerajaan Pamukan yang merupakan kerajaan suku Dayak Samihim yang semula berkedudukan di sungai Cengal. Orang-orang Pamukan yang juga merupakan bagian dari Dayak Dusun Maanyan merupakan rakyat Kesultanan Banjar, kemudian meminta kepada Sultan Banjar agar ditempatkan seorang penguasa yang memimpin mereka dan sebagai pengganti Kerajaan Pamukan yang telah hancur tersebut. Kemudian Sultan Banjar mengutus Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah untuk mendirikan kerajaan baru di daerah ini dengan ibukota kerajaan tidak lagi di sungai Cengal tetapi di sungai Bumbu anak sungai Sampanahan, karenanya kerajaan ini kemudian dikenal sebagai Kerajaan Tanah Bumbu dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Daerah Pamukan kemudian lebih dikenal sebagai daerah Cengal sebagai salah satu divisi Kerajaan Tanah Bumbu. Daerah Cengal ini pernah menjadi daerah pendudukan Kesultanan Paser. Pemerintah kabupaten Kotabaru berencana memekarkan wilayah ini menjadi daerah yang akan dinamakan sebagai kabupaten Pamukan. 

Suku Dayak Samihim memiliki suatu tradisi budaya yang sudah terkenal di Kalimantan Selatan, yaitu suatu tradisi seni musik yang khas, yang dikenal dengan nama "Kukurung".

Kehidupan masyarakat suku Dayak Samihim saat ini sudah sangat berkembang dan bisa dikatakan masyarakat suku Samihim tidak lagi menjalani hidup seperti di masa nenek moyang mereka, tapi mereka telah menjalani hidup yang lebih baik. Banyak masyarakat suku Samihim yang telah bekerja di perusahaan swasta dan sektor pemerintahan. Tidak sedikit juga yang bergerak di bidang wiraswasta. Kegiatan lain seperti berburu dan menangkap ikan di sungai sekitar pemukiman mereka tetap dilakukan di saat tidak ada kegiatan rutin.

referensi:

Terwujudnya Kota Terpadu Mandiri Sengayam


  Peta Kecamatan Pamukan Barat
 
         Pada medio tahun 2008, wilayah Kecamatan Pamukan Barat (Pambar) dan sekitarnya digadang-gadang menjadi salahsatu kawasan terpadu mandiri untuk lebih meningkatkan taraf hidup masyarakat di perbatasan antar dua provinsi tersebut. Program Kota Terpadu Mandiri Sengayam, diharapkan pemerintah menjadi pusat perekonomi memanfaatkan potensi agraris dengan mengelola sumber daya alam cukup subur di kecamatan Pambar.

Kecamatan Pamukan Barat merupakan wilayah kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Pamukan Utara di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Dengan letak sangat strategis, berada di perbatasan antar provinsi Kalimantan Selatan dengan Kalimantan Timur. Tepatnya terletak di 115° 50' 00" – 116° 05' 57" BT dan 02° 30' 16" – 03° 50’ 02"  LS.

Dalam wilayah kecamatan yang beribukota di desa Sengayam, dan terdapat 4 desa, yakni desa Sengayam, desa Mangka, desa Mayang Sari dan desa Marga Jaya. Serta berbatasan langsung dengan beberapa kecamatan Kabupaten Kotabaru, pun Kabupaten Balangan Kalsel.

Batas Wilayah Kecamatan Pamukan Barat, tepatnya sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pamukan Utara; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Balangan; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Durian dan Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur.

Luas Wilayah dan Persentase Desa
No          Nama Desa / Kelurahan                Luas (Km2)                    Persentase (%)
1.            Sengayam                                      385,52                                   62,49
2.            Marga Jaya                                      10,18                                     1,65
3.            Mayang Sari                                    27,00                                     4,37
4.            Mangka                                         194,14                                   31,47
                J u m l a h                                     616,84                                   100,00
(Sumber Bappeda Kotabaru Kalsel)

         Di wilayah Kecamatan Pambar Kalimantan Selatan, merupakan salahsatu wilayah diperuntukan sebagai pemukiman transmigrasi. Yakni di kawasan desa Mayang Sari dan desa Marga Jaya; dengan transmigran berasa dari berbagai provinsi di tanah air. Melalui Program transmigrasi tersebut, sebagai upaya pemerintah untuk pemerataan pembangunan dan membuka lahan-lahan di daerah terisolasi era tahun 1990 an. 

Tugu Pencanangan Daerah KTM Sengayam

      Namun, program KTM Sengayam yang merupakan program cukup bagus dari pemerintahan pusat untuk memberi nilai tambah dalam mencapai kesejahteraan rakyat. Hingga tulisan ini diangkat, belum sepenuhnya terealisasi. Pasalnya, masih banyak sarana dan prasarana pendukung untuk menjadi suatu kota mandiri belum tuntas diwujudkan. Padahal, tugu atau monument yang menunjukkan bahwa di Kecamatan Pambar menjadi salahsatu wilayah Kota Terpadu Mandiri sudah lama berdiri tegak di tengah jalan penghubung antar provinsi.

        Sedangkan Program KTM Sengayam, meliputi tiga kecamatan yang berada diperbatasan antar provinsi. Yakni rencana awal, kecamatan Pamukan Barat, kecamatan Pamukan Utara dan Kecamatan Sungai Durian. Sedangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kotabaru 2012-2032, KTM Sengayam meliputi Kecamatan Pamukan Barat, Kecamatan Sungai Durian dan Kecamatan Kelumpang Barat. Di ketiga wilayah tersebut terdapat segudang potensi agrobisnis yang dapat dikembangkan.
Potensi Pamukan Barat

       Semisal, perkebunan sawit, perkebunan karet, perkebunan pisang, pertanian kedelai, jagung, lahan padi, sayur mayor dan sebagainya. Sehingga, diharapkan ketika program KTM Sengayam berkelanjutan dapat menyuplai bahan mentah untuk sector agroindustri. Yang selama ini, hasil produksi pertanian dan perkebunan tersebut dikirim ke daerah lain untuk diolah menjadi bahan setengah jadi. Dan ironisnya, bahan setengah jadi tersebut dibeli kembali dengan harga mahal oleh masyarakat setempat untuk menjadi bahan pokok industri rumah tangga.

        Memang, sepertinya kendala dari program pemerintah untuk pengembangan taraf hidup rakyat Indonesia cenderung klasik, yakni masalah anggaran biaya untuk menindaklanjuti program tersebut. Program KTM sendiri, bersumber dari APBN (30%), APBD (30%) dan pihak Investor (40%). Nah, dari komposisi persentase anggaran tersebut terlihat 40 persen anggaran pengembangan berasal dari ketertarikan pihak swasta atau investor untuk mengembangkan wilayah KTM.

        Untuk menarik investasi dari pihak swasta menanamkan modal di suatu kawasan KTM, tugas pemerintah menyiapkan segala infrastruktur dan kesiapan masyarakat di kawasan KTM. Di kawasan KTM Sengayam, dibeberapa lokasi masih terdapat daerah dengan akses penghubung antar desa belum memadai. Jaringan listrik dan telekomunikasi masih sebagian kecil wilayah yang terjangkau dan sulitnya mendapatkan air bersih ketika musim kemarau.

        Oh ya, dengan sudah berdirinya bangunan Samsat,  beroperasi Bank Rakyat Indonesia, serta Kantor Pos guna melayani penduduk di kecamatan Pamukan Barat dan Pamukan Utara. Kondisi tersebut, menunjukkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di kawasan Pamukan Barat sekitarnya semakin pesat.

Bupati H Irhami Ridjani sedang meresmikan gedung koperasi

      Disamping itu, pembangunan pasar induk Sengayam, pengembangan terminal klas c antar provinsi sudah mulai dibenahi. Bahkan, bila mengacu pada Rencana Tat Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru Tahun 2012-2032, untuk kawasan Kota Terpadu Mandiri Sengayam tersebut bakal dilalui jaringan transportasi berupa jalur kereta api dan jalur jalan bebas hambatan.

          Penulis yakin, dengan semangat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia menjadi adil dan makmur. Pihak pemerintah membangun dan memperbaiki sarana dan prasarana pendukung; kemudian pihak investor terbuka “hatinya” dengan potensi daerah di kawasan KTM Sengayam untuk menanamkan modal dengan mendirikan pabrik pengolah hasil perkebunan, pertanian, perhutanan bahkan mungkin membuka lahan peternakan sapi potong dan sapi perah. Maka, semua kendala tersebut dapat teratasi.

        Alhasil dengan komitmen bersama tersebut, perikehidupan masyarakat setempat, baik ekonomi, social, budaya, lingkungan hidup dan pendidikan menjadi bergerak maju dan berkembang.

             Penulis : Yosi Sailico, Jurnalis
  
 
               
               


DESAIN LOGO KECAMATAN PAMUKAN BARAT


KECAMATAN PAMUKAN BARAT

contoh logo

Keterangan logo Kecamatan Pamukan Barat Kotabaru Kalsel
Perisai bersudut lima dengan warna hijau:
perikehidupan masyarakat kecamatan Pamukan Barat dilandasi nilai-nilai Pancasila dengan
berketuhanan Yang Maha Esa
Bagian warna merah      :
Semangat kekeluargaan menjadi karakter perekat dan pemersatu dalam bermasyarakat
Gambar gunung :
Pegunungan Meratus yang hijau menjadi sumber mata air dan mata pencaharian penduduk
Pamukan Barat
Warna hijau dan lekukan sungai :
Kesuburan tanah Pamukan Barat dan aliran sungai yang membelah bumi Pamukan Barat. Lekukan sungai berjumlah lima, mewakili desa-desa yang ada di kecamatan Pamukan Barat; Yakni, desa Mangka, Sengayam, Batuah, Mayang Sari dan Marga Jaya
Tangan menggenggam padi dan kapas :
Semangat berkarya untuk menjadi mandiri dan lebih berkembang dalam sosial, pendidikan,ekonomi, budaya dan lingkungan hidup
Kumpulan lebah              :
 Pamukan barat menjadi daerah yang dapat memberi manfaat pada daerah lain termasuk
pada masyarakat setempat. Pada bulan tertentu, Pamukan Barat menjadi penghasil madu
lebah hutan yang berkhasiat  bagi kesehatan. Juga penggambaran sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Garis kuning      :
Dengan berpikir dan hidup bersih, disiplin, berkarya dan beriman maka hidup menjadi lebih
berkah (BERDIKARI).

Visi pembangunan Kecamatan Pamukan Barat, yaitu : 
TERWUJUDNYA PELAYANAN PRIMA KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN PAMUKAN BARAT DALAM RANGKA MENGIMPLEMENTASIKAN PELAKSANAAN VISI DAN MISI KABUPATEN KOTABARU”




Kamis, 29 Januari 2015

REMUNERASI VIA SKP

Eskape (SKP) yang Segar
Penulis : Yosi Sailico, jurnalis
Awal tahun 2015, seorang kawan di salahsatu instansi pemerintah mengetuk pintu rumah. Selesai menguluk salam, saya persilahkan masuk sambil berpikir akan diajak untuk keliling kota Banjarmasin menikmati segarnya es tape dan macetnya jalanan di kota “Seribu Ruko” ini. 

         

        Eh, ternyata kedatangan kawan saya sekedar melepas keluh, karena pada saat itu belum kelar mengisi, mengevaluasi dan menilai Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk para pegawai pemerintah yang berada di instansi tempat beliau bertugas. Pengisian evaluasi SKP, diharapkan pemerintah dapat mendongkrak kinerja para pegawainya. Mulai dilaksanakan, awal tahun 2014 lalu.

         Bagi pegawai yang tergabung dalam korps Pegawai Negeri Sipil, awal tahun merupakan waktu sibuk-sibuknya mengumpulkan Sasaran Kinerja Pegawai periode kerja 2014 dan mengisi target kerja masa tahun 2015 untuk dikumpulkan di medio bulan Maret.

         Alhasil, ternyata banyak pegawai pemerintah belum paham mengenai aturan pencapaian target dan realisasi tersebut, termasuk kawan saya ini. Makanya, beliau mampir ke rumah ulun. Usai mengeluarkan uneg-uneg tentang ESKAPE (SKP), sang kawan pamit keluar sambil meninggalkan beberapa berkas dan softcopy cara pengisian untuk saya pelajari.

        Memang, meski dari jaman “kuda gigit besi” sudah ada buku nilai pegawai pemerintah dalam bentuk PP No 10/1979 mengenai peraturan dan cara penilaian kinerja dilakukan pada para PNS, semacam “raport” Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Namun, dalam pengisian form DP3 cenderung ala kadarnya dan mungkin hanya formalitas saja

        Pasalnya dalam penilaian DP3 itu, yang diukur atau dinilai hanya pada perilaku dan kepribadian dari tiap personal PNS. Yakni, kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan (yang khusus pemangku jabatan).

        Sedangkan ESKAPE, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46/2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Serta melalui Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013, tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 46/2011 dalam lampiran pertama bahwa penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan secara sistematis ditekankan pada tingkat capaian sasaran kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara PNS dan Pejabat Penilai.

        Merupakan penilaian kinerja pegawai negeri sipil berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan. Terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja, untuk menjamin objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Sekaligus, sebagai pengendalian perilaku kerja produktif sesuai yang disepakati dalam jenjang jabatannya dan bukan penilaian atas kepribadian seorang PNS tersebut.

         Apalagi pemerintah dengan ‘kabinet kerja’-nya ini, mempunyai jargon kerja…kerja..kerja. Pun, pegawai pemerintahan dengan atribut Pegawai Negeri Sipil makin diminta untuk memiliki kinerja yang mumpuni, ketika melayani masyarakat dalam berbagai bidang sesuai instansi masing-masing.
Penilaian berdasar pada unsur sasaran kerja pegawai, sesuai tugas pokok yang telah disepakati antara PNS dengan atasan langsungnya serta penilaian perilaku kerja.

         Bobot penilaiannya, untuk sasaran kerja pegawai (SKP) mendapat porsi 60 persen yang meliputi kuantitas, kualitas, waktu dan biaya. Sedangkan, perilaku kerja diberi bobot 40 persen yang meliputi orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin dan kepemimpinan (bagi pejabat struktural instansi)

        Sebagai langkah saling berbagi tugas, serta menentukan sasaran kerja pegawai. Para pegawai pemerintah itu, mengacu pada target pelaksanaan tugas pokok di instansi tersebut melalui suatu rapat kerja organisasi atau rapat kerja tahunan, guna menentukan langkah prosedur dan transparasi dalam pelaksanaannya.

        Maka, dihasilkan volume kerja yang berbeda-beda antar unit/jabatan dan merupakan variable tidak tetap dalam pelaksanaan analisa beban kerja (laporan revisi informasi beban kerja Kotabaru, halaman 6). Sedangkan variable tetapnya, berupa jam kerja efektif dengan landasan Keputusan Presiden Nomor 68 tahun 1995 yang telah ditentukan jam kerja instansi pemerintah 37 jam 30 menit per minggu, atau untuk setahun sebanyak 1.200 jam yang berarti 72.000 menit.

        Tugas pokok tiap jabatan tersebut, masuk dalam struktur dan tata kerja organisasi. Pun sudah diatur dalam suatu peraturan daerah. Sehingga, ketika mengisi uraian tugas dalam lembar isian Sasaran Kerja Pegawai di dalam kolom kegiatan tugas jabatan diisikan sesuai tugas pokok yang ditentukan.

        Sebagai contoh : seorang pejabat Camat di daerah Kotabaru mempunyai sembilan tugas pokok dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Pejabat sekretaris kecamatan, mempunyai sebelas tugas pokok; kepala sub bagian program mendapat delapan tugas pokok dan tiap-tiap jabatan mempunyai tugas pokok masing-masing. Maka seorang camat, ketika mengisi uraian tugas jabatan harus mengisikan kolom sesuai tugas yang sudah ditentukan, yakni sembilan tugas pokok. Bukan mengisi empat atau bahkan sepuluh tugas pokok.

       Nah, para pemangku jabatan yang bertindak sebagai atasan penilai dibekali dengan bantuan aplikasi tabel berisi rumus untuk menilai kinerja para anak buahnya. Rumus dalam aplikasi tersebut, sudah diatur sesuai dengan buku yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara mengenai Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil.

      Dari obrolan dengan kawan ulun, kebingungan beliau muncul pada saat memasukan uraian tugas pada lembar pengukuran penilaian capaian SKP.Yakni memberi nilai dengan membandingkan antara target dan realisasi tugas yang telah dilaksanakan oleh PNS.

      Contoh kasus, pegawai di bagian keuangan mempunyai tugas pokok sejumlah duabelas uraian tugas pokok. Namun, PNS “A” hanya dapat melaksanakan lima tugas. Saat dimasukan dalam aplikasi tersebut, realisasi dari lima tugas yang sesuai target memperoleh hasil capaian dengan kriteria baik.

      Padahal, ada 7 (tujuh) tugas yang belum dilaksanakan. Sedangkan, PNS “B” yang melaksanakan tuntas duabelas tugas pun memperoleh hasil yang sama. Menurut beliau, ada perasaan tidak adil ketika memberikan angka nilai prestasi kerja.

      Oh, ternyata itu yang bikin pusing beliau. Teringat pada flashdisk yang dititipkan untuk dipelajari, saya menyalakan computer jinjing yang selalu setia menemani beraktifitas. Segera membuka aplikasi excel dengan rumus penilaian sasaran kerja pegawai, di aplikasi tersebut tercantum berbagai proses perhitungan.

      Ternyata ada satu rumus yang sangat penting dan induk dari rangkaian rumus lainnya; yaitu hasil perhitungan dari total realisasi dan target dibagi dengan jumlah uraian tugas yang disampaikan oleh pegawai PNS bersangkutan. Misal, seperti kasus yang saya sampaikan sebelumnya, yakni seorang PNS dengan tugas pokok 12 kegiatan, namun hanya menjalankan lima kegiatan. Maka, hasil total didapat dari nilai capaian SKP dibagi dengan lima kegiatan tersebut, bukannya dibagi dengan duabelas kegiatan yang wajib dikerjakan.

      Sedangkan, pegawai lainnya yang dapat dikatakan tuntas melaksanakan tugas dengan menyelesaikan duabelas kegiatan tugas pokok. Pun, hasil total yang didapat dari nilai capaian SKP dibagi dengan jumlah uraian tugasnya duabelas tugas pokok. Alhasil, nilai kedua pegawai tersebut sama berkriteria baik. Ibaratnya pegawai “malas” dan “rajin” sama saja hasil rapotnya.

      Sejatinya, menurut saya. Aplikasi penilaian SKP ini, lebih tepat bila berbasis jumlah tugas pokok (prestasi kerja) yang telah ditentukan dalam rapat kerja tahunan di instansi tersebut. Bukan menurut apa kata sang pegawai PNS, saat mengisi uraian tugasnya. Sehingga, bila mengisikan uraian tugas kurang dari tugas pokok yang sudah ditentukan, maka ketika nilai dimasukan dalam aplikasi, yang keluar adalah angka yang tergolong dalam kriteria buruk.

     Aplikasi SKP yang berbasis prestasi kerja ini, dapat memacu kinerja pegawai pemerintah untuk mengisi uraian tugas sesuai tugas pokok yang telah disepakati bersama. Dengan begitu, bagi PNS yang memiliki kinerja baik dapat diberikan penghargaan.

     Salahsatunya, gaji yang diterima oleh PNS saat ini harus didasarkan atas bobot jabatan, klasifikasi dan kompetensi jabatan dengan tujuan memotivasi PNS untuk berprestasi lebih baik (Laporan Hasil Analisis Beban Kerja Kotabaru, halaman 16).

       Maka, keesokan harinya saat kawan ulun muncul ke rumah. Dan mencoba aplikasi dengan basis prestasi kerja dan tugas pokok , dapat tersenyum segar. Menandakan pusingnya hilang, kemudian mengajak untuk membeli es tape. (ys)

Minggu, 25 Januari 2015

SEJARAH KOTABARU KALIMANTAN SELATAN

Riwayat Kerajaan Kecil

Masa Kerajaan
Menurut riwayatnya, Kabupaten Kotabaru terdapat beberapa kerajaan-kerajaan kecil diantaranya kerajaan Kusan dan Pagatan, Cengal Manunggul dan Bangkalan, Batulicin, Sebamban, Pasir, Cantung dan Sempanahan dan kerajaan besar seperti Kusan dan Pagatan, serta Pulau Laut.   Diperkirakan, kerajaan-kerajaan tersebut didirikan di sekitar tahun 1786.
Kerajaan Kusan dan Pagatan didirikan sekitar tahun 1786 oleh Pangeran Amir seorang pangeran yang melarikan diri dari kerajaan Kayu Tangi akibat adanya perebutan kekuasaan dalam kerajaan tersebut.   Pangeran Amir bergelar Raja Kusan I. S  etelah beliau wafat diganti oleh Pangeran Musa adik dari Sultan Adam Kayu Tangi yang kemudian bergelar Raja Kusan II. Sekitar Tahun 1820 Kapitan La hanggawa diakui oleh Sultan Sulaiman (keponakan Pangeran Amir) dari Kayu Tangi sebagai raja Pagatan.  Baik Raja Kusan II maupun Raja Pagatan, keduanya takluk dibawah Sultan Kayu Tangi dan diharuskan membayar upeti.  Setelah Raja Kusan II mangkat, ia digantikan anaknya Pangeran Napis dan bergelar Raja Kusan III.
Pada tahun 1840, Pangeran Napis meninggal dan digantikan dengan puteranya Pangeran Jaya Sumitra yang bergelar Raja Kusan IV dan kemudian beliau memindahkan pusat kerajaan ke Salino di Pulau Laut yang terletak berseberangan dengan muara Pagatan, dan menyerahkan kerajaan Kusan kepada Arung Abdul Karim yang kemudian menjadi raja Kusan dan Pagatan.  Tahun 1881 Pangeran Jaya Sumitra meninggal dunia dan diganti oleh putra sulungnya yang bernama Pangeran Husin Kusuma yang bergelar Raja Pulau Laut IV. Setelah pangeran Husin Kusuma meninggal saat menunaikan ibadah haji pada tahun 1900, kedudukan beliau digantikan oleh putranya Pangeran Aminullah dengan gelar Raja Pulau Laut V yang merupakan raja Pulau Laut terakhir.

 

Masa Penjajahan Belanda & Jepang
Pada tahun 1905, pemerintah Belanda menghapuskan kerajaan-kerajaan di Pulau Laut dan Tanah Bumbu seperti Cengal Manunggul dan Bangkalaan, Cantung dan Sampanahan, Batulicin, Pulau Laut, dan Sebamban.   Maksud dan tujuan penghapusan kerjaan-kerajaan tersebut tidak lain agar pemerintah Belanda dapat langsung menguasai dan mengawasi rakyat tanpa perantara dari raja-raja dari kerajaan tersebut yang kemungkinan besar akan menimbulkan kesulitan terhadap pemerintahan mereka.   Maka dengan demikian berakhirlah kekuasaan raja-raja dengan seluruh pemerintahannya.   Pemerintahan beralih langsung dilaksanakan dan dipegang oleh pemerintah kolonial Belanda dan hal ini berjalan hingga tahun 1942 sewaktu tentara Jepang menduduki Kotabaru dan daerah sekelilingnya.   Jepang mengalami kekalahan pada Perang Dunia II pada tahun 1945 setelah dibom-nya kota Hiroshima dan Nagasaki, menandai dimulainya pergerakan kemerdekaan di wilayah Kalimantan Tenggara.
 
 

 Zeefhuis bij het spooremplacement op Poelaoe Laoet 1920

 
Masa Pergerakan Kemerdekaan
Pada tanggal 25 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda melakukan perjanjian Linggarjati yang salah satu isinya menyebutkan bahwa "Pemerintah Belanda dan Pemerintah RI bersama-sama menyelenggarakan berdirinya sebuah negara berdaulat dan demokratis yang dinamai Negara Indonesia Serikat, terdiri dari Republik Indonesia, Borneo dan Timor Besar". Kemudian karena isi perjanjian tersebut dilanggar oleh pihak Belanda dengan mengadakan Perang Kolonial I (21 Juli 1947).
Setelah itu atas jasa-jasa baik Komisi Tiga Negara diadakan perundingan kembali yang dinamakan persetujuan Renville (27 Januari 1948) dimana salah satu isi pasalnya menyatakan dalam waktu kurang dari enam bulan dan tidak lebih dari satu tahun sesudah ditanda tangani, maka di berbagai daerah di Jawa, Sumatera dan Madura akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah rakyat di daerah tersebut akan turut di dalam Republik Indonesia atau masuk dalam lingkungan Negara Indonesia Serikat.
Atas dasar kedua persetujuan tersebut penguasa Belanda/NICA membentuk Pemerintahan dengan nama Dewan Kalimantan Tenggara dan lanschap-lanschap, kemudian Pemerintah Belanda mengadakan plebisit di seluruh penduduk untuk menentukan pilihan apakah masuk ke Republik Indonesia, Borneo atau Timur Besar yang diadakan di sekolah Rakyat Baharu (Sekarang SDN Akhmad Yani / SDN Batuah).  Hasil dari plebisit tersebut, penduduk tetap menghendaki Kalimantan Tenggara sebagai daerah Republik Indonesia.
Setelah mengetahui keinginan rakyat Kalimantan Tenggara, penguasa Belanda waktu itu tidak mau melaksanakan apa yang dikihendaki rakyat tersebut, sehingga mendapat perlawanan dari pemuda yang ingin bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia dan pada bulan Oktober 1949 bendera merah putih dikibarkan di Pasar Pagatan, kemudian membentuk suatu Badan yang bernama Komite Nasional Indonesia Kotabaru dan Komite Nasional Indonesia Pagatan.  Disamping mengadakan demonstrasi-demontrasi, tuntutan-tuntutan berupa mosi, resolusi dan sebagainya, pada bulan Pebruari 1950 berangkatlah sebuah delegasi atas nama Rakyat Daerah Kalimantan Tenggara menuju Yogyakarta dan Jakarta untuk menghubungi dan menyampaikan resolusi kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Setelah delegasi tersebut kembali ke Kotabaru dan Pagatan, keadaan pergolakan yang menuntut dibubarkannya Dewan Kalimantan Tenggara dan masuknya Kalimantan Tenggara kedalam Republik Indonesia di Jogyakarta makin memuncak. Untuk mencegah agar Dewan Kalimantan Tenggara ketika itu jangan dibubarkan secara paksa oleh rakyat, maka dewan kembali mengambil kebijaksanaan untuk mengirim utusan ke Yogyakarta dan ke Jakarta untuk menemui Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Adapun delegasi tersebut diwakili oleh M. Jamjam (Dewan Kalimantan Tenggara), A. Imberan (Dewan Lanschap Cantung Sampanahan), K.H. M. Arief (Dewan Lanschap Pulau Laut), K. Asyikin Noor (Dewan Lanschap Pagatan).
Pada tanggal 4 April 1950 Dewan Kalimantan Tenggara dibubarkan dan dimasukkan ke dalam wilayah Republik Indonesia (Yogyakarta) lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 137 dan nomor 138, kemudian pada tanggal 29 Juni 1950 dikeluarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang pembentukan wilayah-wilayah Pemerintah yaitu Kabupaten-Kabupaten, Daerah-Daerah Swapraja dalam propinsi Kalimantan.   Maka daerah Kalimantan Tenggara dulu diubah menjadi Kabupaten Kotabaru dengan ibukotanya adalah Kotabaru, sedang yang diangkat sebagai kepala Daerah adalah M. Yamani.   Sesudah itu keluar Peraturan Pemerintah tanggal 30 Juni 1950 sebagai pengganti Undang-undang No. 2 tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara dan Dewan Pemerintahnya untuk seluruh daerah Republik Indonesia. Yang kemudian diikuti dengan surat Keputusan Gubernur Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 No. 186/OPB/92/14 di dalam Bab II pasal 4 menyatakan bahwa Badan-Badan Pemerintah Kabupaten terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pemerintah Daerah.

 

Pelabuhan Kotabaru 1950 

Pergolakan Daerah
Setelah pengakuan kedaulatan, sebagai hasil perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, berbagai ‘pergolakan daerah’ terjadi sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap Pemerintah Pusat.    PRRI / Permesta, DI / TII, dan RMS adalah contoh pergolakan tersebut. Di Kalimantan Selatan, DI / TII pimpinan RM Kartosuwiryo ‘merembet’ ke Kotabaru.
Berawal dari kekecewaan Ibnu Hajar, mantan prajurit Divisi IVB ALRI (A) yang tidak puas atas perlakuan terhadapnya dan kawan-kawan seperjuangan, membentuk organisasi gerilya, Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT).  Penyebabnya adalah (sumber: Van Dijk, 1983 : 229) persoalan demobilisasi dan rasionalisasi terhadap unsur-unsur Divisi IV ALRI sejak awal triwulan pertama 1950.  Divisi pimpinan Ibnu Hajar telah melakukan upaya-upaya memajukan agama Islam dan syari’at Islam.   Semangatnya sejalan dengan gerakan di Aceh menjadi negara Islam, yang menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan SM Kartosuwiryo.
Kebangkitan DI / TII atau NII berbarengan dengan rasionalisasi di tubuh Tentara Republik Indonesia.   Bagi sebagian mantan pejuang di Kalimantan Selatan yang bergabung dengan TNI, dirasakan adanya diskriminasi.   Banyak mantan prajurit Divisi IV ALRI (A) yang terkena demobilisasi dan tidak diakui sebagai veteran dan tidak menerima pensiunan.
Bagi sebagian masyarakat dan mantan pejuang di Kotabaru, gerakan Ibnu Hajar mendapat simpati. Gerakan ini merupakan ungkapan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, dan bukan memerangi rakyat Kalimantan Selatan. Gerakan Ibnu Hajar adalah fakta perjalanan bangsa yang menjadi pelajaran berharga.   Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 449 Tahun 1961 tentang pemberian amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan.
Gerakan ini kemudian menyebar ke Barabai, Birayang, Batumandi, Paringin Kelua, Kandangan dan seterusnya, khususnya di kalangan mantan prajurit Divisi IV ALRI (A). Namun akhirnya, pada bulan Juli 1963,  Ibnu Hajar dan pengikutnya menyerahkan diri di Desa Ambulun, Hulu Sungai Selatan.   Ibnu Hajar mengisyaratkan bahwa dia tetap mencintai negara ini dengan menyatakan bahwa “apabila negara membutuhkannya ia bersedia mengabdi pada republik dan ia beserta pengikutnya bersedia dilibatkan dalam konfrontasi dengan Malaysia”.   Aktivitas gerilya berakhir di tahun 1969, diawali janji pemerintah bahwa tidak ada pengadilan bagi gerombolan, dan diikuti dengan pemberian amnesti dan abolisi oleh pemerintah, seperti tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 449 tahun 1961 Tentang pemberian amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan.
 

 

SMP 268 (SMPN 1 Kotabaru) - Agustus 1958.

Tampak di belakang adalah komplek penampungan bekas kelompok KRIyT.

 

Kotabaru membangun

Wilayah Kabupaten Kotabaru menurut undang-undang darurat Nomor 3 tahun 1953 tentang pembentukan (Resmi) Daerah Otonomi Kabupaten / Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten dan Kota Besar dalam lingkungan Daerah propinsi Kalimantan menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Kotabaru meliputi Kawedanan-kawedanan Pulau Laut, Tanah Bumbu Selatan, Tanah Bumbu Utara dan Pasir. Kemudian dengan Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1953 sebagai undang-undang dan menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Kotabaru dikurangi dengan Kawedanan Pasir.   

 

 

 Kantor Pemda Kotabaru

 

Nama-Nama Bupati Kabupaten Kotabaru

No. Nama Kepala Daerah Priode Keterangan
1. M. Yamani 1950-1951 Bupati

2.

Abdul Rasjid 1951-1955 Bupati
3. Ibrahim Sedar 1955-1958 Bupati
4. H. Abdul Muluk 1958-1959 Bupati
5. H. A. Hudari 1960-1963 Bupati
6. Basrindu 1963-1969 Bupati
7. H. Gt. Syamsir Alam 1969-1980 Bupati
8. N. Sutejo 1980-1985 Bupati
9. H. M. R. Husein 1985-1990 Bupati
10. Tata M. Anwar 1990-1995 Bupati
11. M. B. A. Bektam 1995-2000 Bupati
12.

Sjachrani Mataja dan Akhmad Rizali

2000-2005 Bupati & Wakil Bupati
13.

Sjachrani Mataja dan Fatizanolo S.

2005-2010 Bupati & Wakil Bupati
14. H.Irhami Ridjani dan Rudy Suryana 2010-2015 Bupati & Wakil Bupati

 




sumber : http://www.bappeda-kotabaru.info/umum/81/ | lastupdate : 15-05-2014

Berita Pilihan

  • Pulau Samber Gelap
    pulau Samber Gelap (tampak bangunan Mercu Suar) Lokasi pulau dari ibukota Kabupaten Kotabaru hanya menempuh waktu 2 (dua) jam perjalanan menggunakan s...
  • Pertemuan Triwulanan Forum CD-CSR Kabupaten Kotabaru
    Kamis (7/10) diselenggarakan Pertemuan Triwulanan CD-CSR Kabupaten Kotabaru 2011-2015 bertempat di Aula Hotel Grand Surya yang dihadiri oleh perusahaa...
  • Rencana Taman Kota (RTH Suryagandamana)
    Potret lokasi RTH Suryagandamana dari angkasa Mesjid Agung - Jalan Suryagandamana - Gunung Sebatung Rencana Pembangunan RTH Ruang Terbuka Hijau Jl. Su...